Saya tidak ragu untuk mengambil buku ini dari raknya setelah membaca Sang Alkemis, dan menjadi terpukau karena keelokan ceritanya. Selain itu, dari sekian judul novel yang ditulis olehnya, Sang Penyihir dari Portobello menjadi pilihan pertama karena saya sedang berusaha menulis sebuah novel, yang mana mungkin karya Paulo Coelho bisa menjadi rujukan serta insipirasi untuk pengembangan cerita saya.
Benar saja, saya mendapati diri dalam sebuah cara pandang baru, yang membuat draft saya menjadi lebih kaya. Hanya saja, ekspektasi yang saya tanam terhadap novel ini terlampau tinggi, atau mungkin bahasa dan pesan-pesan didalamnya terlampau penuh misteri sehingga saya belum sanggup mencerna dan sampai pada tahapan bisa menikmati.
Judul | Sang Penyihir dari Portobello |
Penulis | Paulo Coelho |
Penerbit | Gramedia Pustaka Utama |
Cetakan | Cetakan Ke-7, Desember 2018 |
Genre | Fiksi, Misteri |
Halaman | 304 |
Harga | 65.000 |
Sinopsis
Novel ini menceritakan kisah seorang wanita misterius, yang dijuluki orang sebagai ‘Penyihir dari Portobello’. Kisahnya amat tersohor baik di dalam, maupun luar negeri karena kemampuannya untuk memunculkan keajaiban dan menghimpun banyak pengikut dalam waktu yang singkat. Namun, hal tersebut tidak berselang dalam waktu yang lama. Karena, sesaat setelahnya, terjadi sebuah insiden menggemparkan yang sekaligus membawa kabar duka dari seluruh pelosok negeri karena tewasnya Sang Penyihir.
Paulo Coelho menghimpun banyak cerita dari orang-orang yang selama ini mengenal, atau bahkan tidak mengenal sosok wanita misterius yang kehadirannya cukup menggemparkan itu. Melalui rangkaian tulisan dan keterangan yang berhasil ia dapatkan, perlahan, tabir misteri terkait wanita misterius itu mulai terungkap.
Nyatanya, wanita yang selama ini dikira penganut ilmu sesat, menistakan Tuhan dan agama, justru teramat sangat berbeda dari apa yang kebanyakan orang sangka. Athena, nama panggilan Sang Penyihir, tidak lebih dari wanita biasa. Seorang anak perempuan penurut, seorang istri yang penuh kasih, ibu yang menyayangi anaknya dan bahkan manusia biasa yang berusaha hidup dalam kejujuran, memaknai dunia, dan menemukan cinta yang sesungguhnya.
Lalu, apa yang membuatnya begitu dibenci, sekaligus dicintai oleh begitu banyak orang? Dari mana Athena mendapatkan kekuatan dan pujian untuk hal-hal sederhana dan keajaiban yang diciptakannya? Apakah dia benar seorang penyihir? dan apakah dia telah mati?
Novel ini tidak hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Namun membawa kita pada kontemplasi yang mendalam. Tentang gairah, sukacita, cinta, pengorbanan, bahkan tujuan penciptaan.
Desain dan Sampul
Ilustrasi covernya saya katakan cukup menarik. Hanya saja, bagian Blurb dan Judulnya yang menyebut-nyebut Sang Alkemis, dan lebih fokus pada penulis membuat konten Sang Penyihir dari Portobello sendiri seolah terbuyarkan. Bagimana tidak, nama Paulo Coelho lebih dominan daripada judul novel itu sendiri, kentara sekali seolah ingin menggunakan nama besar penulis untuk mendongkrak atensi pembaca. Selain itu, blurb yang menyebut-nyebut Sang Alkemis—salah satu karya tersohor dari penulis sendiri, seolah membuat Sang Penyihir dari Portobello sendiri tidak memiliki daya tarik orisinil yang layak untuk didapatan para pembaca.
Ide Cerita, Plot dan Logika Berpikir
Tidak seperti Sang Alkemis yang sangat sederhana tapi ngena, bagi saya, kisah dan ide cerita Sang Penyihir dari Portobello sangatlah rumit dan kompleks. Mengandung banyak kritik sosial, perumpamaan, simbol-simbol dan pengetahuan tentang sejarah, teologi, bahkan penciptaan. Membuat novel ini mungkin tergolong sebagai salah satu novel yang revolusioner, selain dari cara penyampaian yang unik, juga kisah nyentrik yang menjadi jiwanya.
Sebagaimana apa yang bisa saya harapkan dari seorang Paulo Coelho, plotnya sangat halus dan rapi. Tidak ada plot hole yang fatal, atau mengganggu. Bahkan, membaca novel ini terasa sangat luwes, meskipun simbol dan makna yang belum saya mengerti terkadang membuat saya pusing sendiri, dan malam menaruh buku ini, lalu membaca buku lain yang lebih ringan, bisa saya raup maknanya dalam sekali baca, serta tidak mengandung tipuan.
Apa yang Saya Suka
Paulo Coelho menghadirkan sebuah gaya penceritaan yang berbeda dari novel atau buku yang kebanyakan say abaca. Riset yang mendalam, dan deskripsi yang meyakinkan, membuat saya terkadang lupa bahwa apa yang sedang diceritakan dalam novel ini adalah fiksi atau rekaan belaka—bahkan saya masih ragu, apakah ini benar-benar kejadian fiksi, atau terinspirasi oleh suatu kejadian nyata yang hanya diketahui oleh sebagian orang dan minim publisitas.
Di sisi lain, meskipun menafikkan ritualisme atau pemberhalaan yang terjadi pada agama-agama populer dan umum, saya justru belajar banyak tentang agama melalui karya ini. Tentang keutamaan mempersatukan umat, apa yang bisa dicapai dengan bersama-sama, serta apa esensi yang sesungguhnya dari pelbagai ritus dan rutinitas agama, yang selama ini berlangsung tak lebih dari sekedar formalitas dan justru mencerabut para pemeluknya dari Tuhan yang sesungguhnya.
Terlepas dari konteks substansial, dan berbeda dari novel-novel kebanyakan, Paulo Coelho menghadirkan sebuah gaya bercerita yang terasa baru bagi saya, terkesan sepenggal-sepenggal namun sebenarnya sangat utuh dan runtun. Well, saya akui eksperimen yang dilakukan olehnya cukup berani, dan bisa saya katakana berhasil karena saya tidak mengalami kesulitan sedikit pun saat membacanya. Bahkan, saya sangat menikmatinya.
Keunggulan dan Kelemahan
Sang Penyihir dari Portobello mengandung kritik sosial yang tajam dan menukik, serta pesan yang sangat mendalam. Tapi karena menggunakan banyak simbol dan isyarat, terkadang pesan tersebut tidak bisa ditangkap secara langsung oleh para pembaca. Butuh minimal dua kali membaca—atau bahkan lebih—novel ini untuk setidaknya benar-benar memahami maknanya. Jadi, novel ini tidak saya sarankan untuk dibaca orang-orang yang mencari kesederhanaan bahasa dan penuturan, ataupun mereka yang hanya ingin membaca cerita yang biasa-biasa saja.
Berbagai kisah dan cerita yang disuguhkan dalam novel ini mengandung landasan alternatif jalan spiritual yang mungkin selama ini orang butuhkan dan cari-cari—selain menyerahkan diri kepada serangkaian ritual tak bermakna. Hanya saja, di sisi lain, karya ini juga berbahaya jika dibaca oleh seseorang yang tidak memiliki landasan kuat terhadap keimanan. Bisa-bisa, saking kuatnya daya bercerita Paulo Coelho, seseorang justru terjerumus ke dalam pemahaman fiktif yang dihadirkan oleh penulis melalui serangkaian simbol tertentu. Pasalnya, penulis memiliki kepiawaian untuk memburamkan kejadian dan pengetahuan yang didasari oleh kenyataan, serta imajinasi liar yang nyatanya didukung oleh riset yang kuat.
Kesimpulan
Meskipun saya sangat suka, namun karena saya tidak bisa memahami dan kurang bisa menikmati beberapa kisah yang disuguhkan didalamya, saya tidak bisa memberikan nilai yang melebihi, atau mendekati pendahulunya, yaitu Sang Alkemis. Tapi tetap saja, untuk kritik sosial yang tajam, gaya bercerita yang tanpa cela, serta kisah yang sarat akan makna, saya memberikan rating 4.2/5. Novel ini layak dibaca oleh mereka-mereka yang gemar merenung dan berkontemplasi. Khususnya, mereka yang tertantang untuk membaca sebuah buku lebih dari satu kali. Well, karena seperti yang saya katakan, novel ini tidak bisa dipahami hanya dengan satu kali baca. Jadi, selamat mencoba dan semoga beruntung!