Saya kira saya tidak punya waktu. Terlalu sibuk. Banyak urusan. Tapi nyatanya novel ini habis dalam satu hari saja. Sungguh.
Sebenarnya, saya sudah lama memegang novel ini, mungkin tiga atau empat bulan lalu. Tapi baru akhir-akhir ini saya tergerak untuk membacanya. Satu hal yang mungkin membuat saya sedemikian malas adalah karena covernya yang simpel, tapi tidak menarik. Terlalu biasa.
Judul | Aib dan Nasib |
Penulis | Minanto |
Penerbit | Marjin Kiri |
Cetakan | Pertama |
Genre | Sastra |
Halaman | vi + 263 hlm |
Harga | Rp. 82.000,00- |
Sinopsis
Aib dan Nasib menceritakan dinamika kehidupan masyarakat desa Tegalurung. Novel ini mengangkat permasalahan khas pedesaan seperti kemiskinan, kebodohan, kisah asmara hingga politik elektoral tingkat lokal dengan sedikit pengaruh tekonologi sebagai hiasan untuk mempercantik konflik yang terjalin di antara para tokoh.
Biasanya, saya akan membuat ringkasan atau sinopsis pendek versi saya sendiri. Tapi untuk novel Aib dan Nasib, jujur seperti menguraikan benang ruwet, hahaha. Fokus dari novel ini terlalu luas sehingga akan menjadi terlalu rumit dan ambyar jika saya susun dalam bentuk narasi singkat—mungkin dengan kata lain saya malas, hehe.
Pada dasarnya, kisahnya berpusat pada beberapa kehidupan tokoh.
Misalnya Boled dan Bagong, Marlina dan keluarga, Mang Sota dan anaknya, serta Gulabia dan Kartono. Masing-masing tokoh berhadapan dengan peliknya kehidupan di pedesaan. Di sisi lain, nasib mereka juga saling terjalin oleh sebuah tragedi, yang dalam hal ini kita sebut dengan aib khas pedesaan. Suatu bentuk fenomena yang terkadang membuat orang-orang daerah perkotaan geleng-geleng kepala.
Karakter dan Penokohan
Novel ini menghadirkan banyak tokoh dengan karakter yang berbeda-beda. Masing-masing dihadirkan dengan konteks yang pas. Dalam satu sisi, saya melihat bagaimana karakter terbentuk berdasarkan watak dari keluarga orang tua, dan hal tersebut membuat tokoh menjadi sosok yang multi-dimensi. Misalnya saja, kita mengetahui bagaimana Boled menjadi sedemikian sinting, mengapa Marlina sedemikian keras.
Hal ini membawa pelajaran tersendiri bagi kita, bahwa sebetapa absurdnya perilaku seseorang, kita tidak boleh seenaknya menghakimi.
Kita tidak tahu apa yang telah dialami oleh seseorang. Dan belum tentu kita bisa bertahan jika berada dalam posisi mereka.
Kendati demikian, ada beberapa karakter yang cukup menarik, tapi tidak mendapatkan perhatian dan sorotan. Misalnya saja, Susanto. Bagaimana seorang Susanto menjadi Susanto, adalah sebuah misteri. Pasalnya, tokoh ini memiliki peranan yang cukup penting, namun tidak mendapatkan jatah eksplorasi sebagaimana tokoh-tokoh lainnya. Tatkala membaca sendiri, anda akan sadar betapa besarnya kontribusi susanto dalam tragedi yang nantinya terjadi di desa Tegalurung.
Alur dan Jalan Cerita
Pertama kali membaca novel ini, saya merasa kebingungan. Karena pada babak awal novel ini, alurnya seolah melompat-lompat secara acak. Dari maju-mundur-maju-mundur lagi. Tapi hal tersebut tidak lagi saya rasakan pada pertengahan bab hingga akhir. Beruntungnya, penulis menyusun kisah tiap tokoh dalam partisi yang cukup singkat. Sehingga memberikan jeda bagi para pembaca untuk bisa kembali mengingat, mengaitkan, dan berasumsi sendiri. Menurut saya, ini merupakan keputusan yang sangat baik mengingat banyaknya tokoh dan latar dalam novel ini.
Bisa saya katakan, tidak ada yang sangat istimewa dari cerita masing-masing tokoh yang ada pada novel ini. Semuanya tak lebih dari jalinan sebab akibat yang sangat lumrah kita temui di daerah pedalaman.
Tapi justru itu lah yang membuat novel ini istimewa. Minanto menggambarkan masyarakat pedesaan secara apa adanya. Seolah memerangkap keseluruhan desa beserta hiruk-pikuknya dalam sebuah buku begitu saja. Mereka bisa dikatakan bodoh, lugu, dan terkadang keluar dari batas imajinasi dan moral orang-orang di daerah perkotaan.
Hal yang Perlu Direnungkan
Bagi sebagian orang, Aib dan Nasib mungkin mengandung muatan yang cukup kontroversial, meskipun bagi saya tidak benar sekontroversial itu. Meskipun dari sekilas novel ini tidak menyuratkan nilai-nilai positif dengan mengumbar perilaku absurd dan cenderung melampaui batas moralitas para tokohnya, namun bagi saya, novel ini sungguh menghibur, jenaka dan jujur.
Aib dan Nasib menjelaskan hubungan sebab-akibat dalam cara yang kompleks, dengan memberikan lebih banyak panggung pada akibat daripada sebab. Oleh sebab itu, tidak bisa dikatakan bahwa novel ini minim akan pelajaran kehidupan. Justru, tragedi demi tragedi yang dialami oleh warga Desa Tegalurung dalam satu cara seharusnya memberikan banyak pelajaran bagi para pembaca.
Penutup
Ketika saya menyelesaikan buku ini, pikiran picik saya mengatakan bahwa tidak ada yang istimewa pada Aib dan Nasib. Pun demikian dengan tokoh-tokohnya, biasa saja. Mungkin karena saya berasal dari desa, dan hal tersebut lumrah saya temui dalam keseharian. Tapi biarpun demikian, saya bertanya-tanya apa gerangan yang membuat saya menyelesaikan novel ini dengan begitu cepat? Adalah kepiawaian penulis dalam merangkai cerita yang biasa menjadi luar biasa melalui alur yang unik, sudut pandang yang jujur, serta penuturan yang jenaka. Luar biasa.