Beberapa dari anda mungkin bertanya, mengapa saya lebih banyak mengulas novel-novel yang cenderung menyuguhkan khayalan daripada buku-buku non-fiksi yang lebih realistis dan mungkin akan lebih bermanfaat untuk kemaslahatan umat.
Tidak jarang telinga saya menangkap cemoohan ketika saya lebih banyak membenamkan diri pada novel-novel fantasi daripada melirik buku-buku motivasi. Mereka bilang membaca novel, apalagi fiksi, adalah pekerjaan yang sia-sia, buang-buang waktu dan tenaga, tidak berguna.
Terserah. Bodo amat.
Tapi biarpun demikian, saya mememiliki alasan sendiri, mengapa lebih menyukai buku-buku fiksi daripada non-fiksi. Dan untuk itulah, tulisan ini saya buat.
Well, sejujurnya saya juga seorang pembaca buku non-fiksi. Saya membaca beberapa buku filsafat, sejarah, buku dokumenter, serta buku-buku teks yang berisi teori-teori yang saya butuhkan ketika saya duduk di bangku perkuliahan. Terlepas dari itu, saya juga cukup sering membaca buku non-fiksi sebagai upaya riset kala membuat jurnal atau ketika sedang menulis sebuah novel atau buku, serta demi kepentingan untuk menambah pengetahuan saya.
Mengapa harus Novel Fiksi?
Ada alasan tersendiri kenapa saya lebih suka mengalokasikan waktu untuk membaca, dan mengulas novel-novel fiksi yang kebanyakan bergenre fantasi, penuh imajinasi, atau apapun yang parahnya lebih banyak orang sebut sebagai delusi.
Bukan karena saya ingin dibodohi. Bukan juga karena saya lebih suka hidup di dunia imajinasi. Tapi saya menyadari bahwa novel fiksi lebih mampu mengajak atau membangkitkan empati dan minat saya atas suatu persoalan. Entah itu tentang kemanusiaan, kesetaraan, keadilan, dan perjuangan. Meskipun apa yang mereka sajikan tidak lebih dari kebohongan.
Saya bukan orang yang mudah untuk terkesan dengan quotes-qotes pendek yang bertebaran di sosial media, atau buku-buku motivasi. Bahkan, saya akan cenderung mempertanyakan quotes-qotes yang tidak sengaja saya baca. Karena sesungguhnya tanpa konteks dan latar yang jelas, quotes-quotes yang banyak sekali dupuja dan diamini oleh banyak orang menjadi sangat rentan untuk disalah artikan.
Misalnya saja, quotes tentang kehidupan. “Hidup itu mengalir, seperti air.” Quotes ini mengajarkan arti kesabaran, ketabahan, dan kelapangan dalam menerima situasi kehudupan, apapun itu. Tapi di satu sisi kita ini manusia, bukan tai. Ada tujuan yang ingin kita tuju, dan tidak jarang tujuan tersebut berlawanan dengan arus air. Maka terkadang kita harus melawan arus agar sampai pada apa yang kita cita-citakan. Sebaliknya, pemuja quotes kehidupan harus mengalir seperti air meyakini bahwa keinginan kita yang berlawanan dengan arus air adalah suatu keinginan duniawi, yang bertolak belakang dengan takdir yang ditentukan tuhan.
Dengan begitu, perdebatan antara kedua penganut paham yang berbeda atas bagaimana kehidupan seharusnya dijalani, akan terus berlanjut hingga dajjal datang untuk melerai.
Keterkaitan antara Buku Fiksi dan Non-fiksi
Belakangan, saya mencoba bertanya kepada diri sendiri. Mengapa saya memiliki kecenderungan yang sedemikian rupa, meragukan apakah saya memiliki perilaku yang cenderung sia-sia. Dalam perenungan yang panjang itu, saya sampai pada kesimpulan bahwa meskipun saya sangat menggandrungi novel fiksi, saya masih tidak bisa lepas dari buku non-fiksi.
Faktanya, novel-novel fiksi inilah yang merangsang daya berpikir saya untuk bertanya, dan mulai membaca buku dengan topik yang lebih berat. Buku yang mungkin tidak akan pernah dipegang oleh orang yang ‘bukan pembaca’ karena rumitnya pembahasan dan begitu membosankannya narasi yang disajikan. Siapa lagi yang tahan mambaca bacaan yang demikian kalau bukan orang yang benar-benar terbiasa untuk membaca?
Dongeng, Buku Fiksi dan Kepintaran
Seorang fisikawan yang pasti semua orang tahu, pernah berkata:
“Jika anda ingin anak anda pintar, maka bacakanlah dia kisah dongeng. Jika anda ingin dia lebih pintar, maka bacakanlah lebih banyak lagi kisah dongeng.”
Albert Einstein
Dongeng, bagaimanapun juga sangat identik dengan fiksi. Bedanya, dongeng bertahan selama beberapa generasi. Sementara itu, fiksi merupakan bentuk yang lebih muda daripada dongeng. Dengan begitu, sangat mungkin jika buku fiksi yang kita baca saat ini, akan menjadi kisah yang didongengkan pada generasi mendatang jika elemen-elemen yang terkandung didalamnya mampu diterima oleh masyarakat secara luas.
Manfaat Membaca Buku Fiksi
Mungkin anda bertanya-tanya apa hubungan dongen dengan kepintaran seseorang. Ketika kita membaca buku non-fiksi, kita akan mencoba mengingat atau menghapal poin-poin yang ada di dalamnya. Memasukkannya ke dalam memori atau ingatan kita. Sementara itu, ketika kita membaca buku-buku fiksi, kita akan berusaha memahami makna yang terkandung di dalamnya. Memrosesnya melalui pertimbangan akal dan Nurani, lalu memasukkannya ke dalam alam bawah sadar. Secara tidak langsung membentuk karakter kita melaluinya.
Dari sini, bacaan yang memberikan pengaruh yang lebih besar pada saya adalah buku-buku fiksi daripada non-fiksi. Kita bergulat dengan ingatan tatkala membaca buku non-fiksi, sementara untuk buku fiksi, kita berkutat dengan penalaran, perasaan, dan melibatkan alam bawah sadar. Oleh karenanya, ada beberapa bagian dari diri kita yang akan berkembang ketika kita mulai menekuni diri untuk membaca buku fiksi.
1. Empati dan Toleransi
Ketika kita membaca sebuah cerita, secara tidak langsung kita akan membayangkan kehidupan tokoh dalam cerita tersebut, atau bahkan mengandaikan diri sebagai tokoh dan terlibat langsung dalam berbagai konflik yang dialami si tokoh. Tidak hanya satu, bahkan bisa banyak tokoh sekaligus dengan berbagai latar belakang yang sangat kontras.
Dengan mengikuti alur suatu cerita, secara tidak langsung kita belajar untuk memahami posisi dan keadaan orang lain. Dalam kehidupan, ada banyak prespektif yang bisa kita gunakan untuk memandang persoalan.
Hal tersebut karena setiap orang memiliki latar belakang yang berbeda, yang mana sangat mempengaruhi cara melihat suatu permasalahan. Pembaca yang baik akan menyadari perbedaan tersebut, mulai mengembangkan sikap empati dan toleransi, serta berhati-hati dalam mengambil setiap tindakan yang mungkin akan menyakiti.
Sebuah riset membuktikan bahwa pembaca Novel Harry Potter memiliki kepedulian yang lebih tinggi pada kaum yang termarginalisasi. Kata-kata “darah lumpur” adalah salah satu analogi dari praktik diskriminasi dan rasisme dalam kehidupan nyata.
2. Life Skill
Bisa dibilang, fiksi adalah miniatur dari kehidupan nyata. Membaca fiksi dengan begitu merupakan upaya untuk memahami kehidupan itu sendiri, dalam kurun waktu yang lebih singkat.
Dengan membaca fiksi, kita melihat perubahan yang terjadi pada diri, lingkungan, kultur, dan pada dunia. Membuat kita lebih siap akan perubahan-perubahan yang mungkin akan terjadi dan membuat hidup setiap orang berantakan.
Selain itu, membaca fiksi juga dapat melatih kecerdasan emosi kita, yang mana sangat penting dan akan berguna ketika kita berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain. Jelasnya, kita telah memiliki teori pemikiran yang lebih lincah dalam memahami emosi, perasaan, dan pikiran lawan bicara. Sehingga, kita bisa dengan mudah menangkap arah dan tujuan pembicaraan serta segera memegang kendali atas situasi, atau mempengaruhi orang lain untuk bisa memberikan reaksi sesuai dengan kepentingan yang ingin kita usahakan.
3. Bahasa dan Komunikasi
Fiksi adalah media yang baik dalam melatih kemampuan berbahasa. Ada banyak genre yang bisa anda eksplorasi guna memperkaya kosa kata tidak hanya terbatas pada Bahasa Indonesia, namun juga dalam Bahasa asing. Jika kamu sedang berusaha untuk belajar Bahasa asing melalui pembiasaan terhadap Bahasa tersebut, maka membaca karya sastra, khusunya fiksi dalam Bahasa tersebut bisa sangat membantu.
Meskipun demikian, fiksi memiliki keterbatasan karena kita hanya akan terbiasa untuk mempelajari Bahasa dengan cara yang pasif.
Pada akhirnya, media terbaik untuk belajar Bahasa adalah dengan praktik lapangan. Secara lisan dilakukan melalui percakapan sehari-hari, sedangkan secara tulisan dilakukan dengan menulis atau membalas pesan.
4. Kesehatan Jiwa dan Raga
Membaca fiksi sebagai penutup aktivitas sebelum tidur dapat membantu membentuk pola tidur yang lebih teratur. Fiksi bekerja dengan memberikan jeda ‘yang menyenangkan’ setelah hari-hari yang penuh tekanan. Menurunkan kadar stress dalam pikiran, sebelum menuntun anda menuju alam mimpi. Dengan begitu, berbagai kepenatan tidak akan terbawa sampai tidur, sehingga membuat anda bangun dengan kondisi yang segar.
Membaca fiksi sebelum tidur lebih baik dari rebahan sambil kepoin mantan. Selain merusak mata, berkutat dengan gadget sebelum tidur justru akan merusak kualitas dan kuantitas tidur anda. Belum lagi penyakit iri-dengki yang muncul karena terlalu banyak melihat enaknya kehidupan orang lain.
Manfaat lain yang bisa kita dapatkan dari membaca fiksi adalah meningkatnya kemampuan untuk mengingat dan menghindarkan diri dari penyakit alzheimer. Dengan rutin membaca buku, khususnya fiksi, kita secara tidak sadar berusaha untuk mengingat bagian terakhir dari cerita sebelum kita mulai membaca. Dan berlatih tanpa bersusah payah adalah hal terbaik untuk dilakukan.
***
Karena membaca fiksi akan secara tidak langsung membentuk karakter kita, maka sangat penting untuk memilih bacaan yang hendak kita baca atau kita sodorkan kepada seseorang. Bertanyalah pada orang yang anda kagumi. Sekiranya buku apa yang paling berkesan atau berpengaruh dalam hidupnya. Atau, pilihlah beberapa buku yang direkomendasikan oleh teman-teman dengan kepribadian yang memukau.
Anda juga bisa memanfaatkan review yang ada di internet untuk benar-benar mencari buku fiksi yang anda inginkan, misalnya saja http://www.kretaamura.com/—numpang promo, hahah.
Pada akhirnya, setiap bacaan adalah bermanfaat. Entah itu dalam bentuk novel, komik, grafis, artikel atau mungkin berita—meskipun kadang berita ngawur. Kembali lagi, semua tergantung pada niat. Saya mengenal seorang yang mendapati diri gemar membaca dengan memulainya dari bacaan erotis. Dan hal tersebut merupakan cara yang cerdik untuk melakukan pembiasaan.
Saya percaya bahwa hobi membaca didapat melalui pembiasaan. Dan hal tersebut tergantung dari seberapa keras seseorang ingin mencoba.
Jadi, sudahkah anda mencoba mencintai buku hari ini?
Tulisan tulisan yg merefleksikan apa yg ada dalam pikiranku, tapi belum bisa kuungkapkan dengan kata kata maupun lewat tulisan. ☺
Syukurlah ada yang bisa saya wakilkan, hehehe.