Saya tahu Mahabharata semenjak SD. Banyak buku sejarah menceritakan tentang kebesaran epos tersebut, tapi tidak benar-benar memberikan cerita yang lengkap tentang epos tersebut. Adapun penggambaran yang ada pada buku-buku tersebut hanyalah ringkasan, potongan atau bahkan hanya review singkat.
Kebesaran Mahabharata dapat dilihat dari bagaimana kisah tersebut direproduksi ulang sesuai dengan perkembangan zaman. Mulai dari novel, cerita bergambar, komik, drama kolosal, hingga filem. Bahkan, interpretasi dan versi dari kisah ini pun sangat beragam.
Di Indonesia sendiri, kita memiliki kisah Mahabharata yang telah diadaptasi dan mengalami perubahan baik dari segi tokoh maupun jalan cerita yang disesuaikan dengan lokalitas, demi kepentingan politis, yaitu agar lebih bisa diterima oleh masyarakat setempat.
Di umur yang tidak lagi remaja ini—ehe, saya tidak mau bilang tua karena saya memang masih muda, menolak menjadi tua, saya tergelitik untuk mengetahui bagaimana kisah dan naskah asli dari kosah Epos Mahabharata. Maka ketika saya menemukan buku ini di toko buku, saya segera memutuskan untuk mengadopsinya.
Setelah saya menamatkan buku ini, saya percaya Mahabharata adalah sebuah epos yang layak menjadi legenda.
Tanpa basa-basi, berikut detail fisik dari Kitab Epos Mahabharata karya C. Rajagopalachari
Judul | Kitab Epos Mahabharata |
Penulis | C. Rajagopalachari |
Penerbit | Laksana |
Cetakan | Pertama, 2017 |
Genre | Epos, Klasik |
Halaman | 484 |
Harga | Rp. 100.000 |
Sinopsis Mahabharata
Sejujurnya, saya sangat kesulitan untuk membuat synopsis dari kisah epic yang satu ini. Rasanya tidak layak saja, kisah sekompleks itu diringkas hanya dalam beberapa paragraph. Tapi demi menyalurkan rasa penasaran pembaca tentang bagaimana cerita asli dari naskah Mahabharata, berikut saya berikan penggambaran semampu yang saya bisa. Untuk pertama kalinya dalam sebuah ulasan review buku, dengan rendah hati saya menghanturkan maaf jika synopsis yang saya buat tidak sesuai dengan cerita yang ada pada naskah aslinya, hahaha.
Mahabharata bercerita tentang sebuah perang besar yang terjadi dahulu kala, antara Pandawa dan Kurawa. Sebenarnya, mereka adalah saudara yang cukup dekat jika dirunut dari silsilah. Akan tetapi, latar kerajaan mengharuskan satu diantaranya menjadi keluarga pemimpin dan yang dipimpin, sehingga munculnya iri dan dengki tidak bisa dihindarkan.
Kurawa berusaha mendapatkan haknya dengan meminta daerah kekuasaan. Akan tetapi, tidak puas sampai di sana, mereka memainkan tipu muslihat dengan menyeret Yudhistira ke dalam meja perjudian. Mempertaruhkan seluruh kerajaan, bahkan istrinya (kalau tidak salah ya, lupa-lupa ingat, haha). Yudhistira kalah telak. Para pandawa harus tinggal di pengasingan, dan tidak boleh menampakkan diri. Jika sumpah itu dilanggar, mereka harus mengulangi pengasingannya dari awal.
Mendapati para Pandawa hampir menyelesaikan hukumannya dan kembali ke istana, para kurawa pun tidak tinggal diam. Mereka dengan sengaja mencari cara untuk memusnahkan para Pandawa agar tidak bisa kembali ke kerajaan. Namun, itu hanya sebagian dari tipu muslihat yang mereka lakukan. Pandawa berhasil kembali ke istana. Dan Kurawa tidak jera untuk mengeluarkan siasat-siasat licik, hingga para Pandawa tidak lagi bisa membendung amarah untuk menabuhkan genderang perang antar keduanya.
Masing-masing memiliki para pendukung yang kuat. Kurawa yang didukung oleh Karna, Durna dan Bhisma. Para pandawa yang juga didukung oleh sekutunya (detailnya saya lupa, hehe) khususnya Krishna. Sebenarnya, mereka memiliki kekuatan yang seimbang. Akan tetapi, kematian salah satu tokoh sentral menjadi titik balik pertempuran dan membawa kemenangan bagi pihak Pandawa.
Alur dan Jalan Cerita
Alur pada awal buku ini cukup membosankan. Karena kisah ini literally dimulai dari kisah para dewata, silsilah keluarga kerajaan, latar belakang anggota-anggota kerajaan, tokoh-tokoh sentral lainnya, bagaimana posisi mereka dalam cerita, keunggulan atau kekuatan, hingga bagaimana mereka mendapatkan kekuatan dan meneguhkan posisinya dalam kerajaan. Beberapa diantaranya adalah tonggak penting dalam menyokong konflik utama, yaitu pertempuran di Kuruserta. Sementara sisanya, merupakan referensi yang merujuk pada ritus dan budaya hindu yang diamini pada zaman itu.
Setelah menyelesaikan buku ini, atau setidaknya sampai pada puncak konflik yang terjadi, saya bisa maklum kenapa latar belakang cerita setiap tokoh dijabarkan dengan sangat terperinci. Perang di kurusetra sendiri terdiri dari beberapa bab yang cukup Panjang, dengan aksi yang sangat mendebarkan. Tentunya, setiap pertempuran yang dihadapi oleh para tokoh memiliki cerita masing-masing. Di sini, latar belakang tokoh berperan. Pertempuran ini, bagi saya merupakan lapangan penebusan tentang apa yang pernah para tokoh lakukan di masa lalu. Tidak peduli itu perbuatan baik, yang berujung pada ampunan dan keselamatan, maupun perbuatan buruk yang berujung pada pembalasan dan kebinasaan. Penulis, atau pengarang benar-benar menempatkan kisah setiap tokohnya sebagai sebuah cerita yang mampu memunculkan makna dan kesan, bahwa setiap perbuatan, suatu saat nanti akan mendapatkan ganjaran.
Tidak hanya itu. Kisah ini juga selalu menyajikan nilai dan pembelajaran yang bisa dipetik dari setiap babnya. That’s why, kisah Mahabharata menjadi satu dari sekian banyak karya sastra kuno yang dapat bertahan sampai sekarang. Selain latar cerita yang apik, ada banyak kebijaksanaan yang bisa diraih dengan membaca kisah ini. Kebijaksanaan yang cukup universal hingga dapat menyokong kehidupan dari generasi ke generasi.
Karakter dan Penokohan
Ada banyak sekali karakter dalam novel ini. Penulis berhasil memberikan highlight pada beberapa karakter penting dengan memberikan latar belakang cerita tersendiri, sehingga membuat karakter yang dimaksudkan terasa hidup dan realistis. Selain itu, setiap kisah dan latar yang diceritakan juga sangat diperlukan sebagai pondasi untuk membangun ketegangan dan makna baru pada puncak pertempuran kurusetra.
Akan tetapi, kesemuanya di jalin dalam satu tema yang sama, yaitu tokoh antagonis dan tokoh protagonist. Seolah-olah tokoh protagonist adalah pewujudan dari kebaikan, dan antagonis adalah perwujudan dari keburukan. Padahal, apa yang sedang dikisahkan oleh sang penulis adalah manusia dengan pola pikir yang sangat kompleks. Kisah ini tidak memberikan kesempatan bagi para tokoh antagonis untuk menunjukkan bahwa diri mereka adalah manusia, memiliki dua sisi yang sama beratnya, meskipun terlihat condong pada salah satunya.
Setidaknya itu adalah pemaknaan saya terkait dengan mahluk yang bernama manusia. Mungkin, pola pikir manusia pada zaman itu masih sangat sederhana. Sehingga, penulis atau pengarang mewujudkannya dalam sebuah karya sastra dengan tokoh yang juga memiliki pemikiran yang sederhana. Berbeda lagi dengan pemikiran manusia di zaman ini, yang telah diaduk-aduk tidak keruan oleh kekacauan dunia, membuat banyak orang mengalami depresi dan gangguan kejiwaan.
Terlepas dari itu, entah kenapa, saya tidak bisa membedakan lima pandawa selain dari nama, kekuatan, penampilan luar, serta senjata yang digunakan. Seolah-olah, jika kita menutup mata terhadap tampilan luar, mereka berlima adalah satu tokoh yang sama. Saya tidak tahu bagaimana penutur asli memberikan gambaran tetang sifat dan karakteristik tiap-tiap tokoh pandawa. Akan tetapi, saya tidak bisa menemukan apa yang saya cari pada buku epos ini. Apa yang saya tahu adalah bahwasanya kelima-limanya adalah bagian dari pandawa, dan mereka semua baik, berbudi luhur dan mengabdi pada jalan Dharma. Itu saja.
Kesimpulan dan Penilaian
Untuk dikatakan sebagai kisah yang legendaris, cerita ini memang benar-benar layak untuk berdiri di tempatnya. Sangat kompleks, detail, sayangnya kurang mendalam pada karakter masing-masing tokoh. Nilai-nilai yang dirujuk pada kisah ini sangat kental dan terpaku pada aspek religious pada zaman itu. Sehingga, untuk dibawa pada zaman ini, meskipun beberapa tetap meresap dalam sanubari saya, beberapa justru membuat saya bertanya-tanya, apakah pandangan yang sedemikian masih relevan di zaman ini. Tentu, karena ini kisah yang sangat klasik, atau bisa dibilang kuno, anda tidak akan menemukan kejutan yang berarti layaknya karya sastra di zaman ini. Tetapi meskipun demikian, kisahnya tetap layak untuk diikuti. Pada akhirnya, saya memberikan nilai 4.3/5 untuk kisah Mahabharata yang ditulis oleh C. Rajagopalachari.